Setelah berpanas-panas di Putra Jaya, saatnya berdingin-dingin ria di lokasi perjudian terbesar se-Asia Tenggara: Genting Highlands.
Tak jauh dari Kuala Lumpur, kita akan melewati daerah sub-urban yang cukup ramai. Mungkin semacam Depok atau Bekasi. Kontur yang berbukit-bukit menjadikan daerah ini tampak sedikit unik. Di daerah yang agak tinggi kita bisa melihat aneka perumahan elit, mirip dengan Setiabudhi di Bandung. Sementara di bawah ada bengkel motosikal yang tak kalah kotornya dengan yang di Tegallega. Lewat itu, pemandangannya mirip dengan jalan antar kota di Indonesia. Bedanya di sana hampir tidak ada rumah penduduk di tepi jalan. Yang ada hanya tempat peristirahatan dan pom bensin.
Perjalanan melalui tol yang memakan waktu sekitar satu jam dilanjutkan dengan pendakian menuju Genting. Bayangan jalan sempit yang berkelok-kelok langsung hilang ketika bus mulai merangkak naik. Jalan menuju Genting ibarat jalan tol yang dipindahkan ke atas bukit. Tidak ada rasa was-was akan berpapasan dengan mobil lain yang berlawanan arah di jalan dua jalur yang lebih lebar daripada jalan di daerah Dago ini. Bahkan kadang jalan jalur lain itu seperti menghilang, kemudian muncul lagi setelah beberapa kelokan. Mengagumkan!
Ah, belum lagi sampai di tujuan kita sudah dimanjakan dengan kenyamanan perjalanan. Dari bawah terlihat gedung-gedung hotel di atas bukit yang tampak seperti miniatur. Seperti apakah Genting itu? Apakah betul menjanjikan hiburan berkualitas setara ketenarannya?Genting memang lebih membuat penasaran dibandingkan Kuala Lumpur. Rasanya sudah tidak sabar menunggu bus ini mencapai puncak.
Lambat laun terlihat sebuah rumah putih dengan kusen hitam -mungkin gaya Inggris pedesaan- di tepi jalan. Wah, rumah siapa nih? Kemudian tampak beberapa orang laki-laki dengan seragam biru gelap. Ternyata di depan pos polisi. Dan rumah tadi adalah kantor polisi daerah Genting.
Ternyata tidak hanya hotel dan kasino yang ada di sini. Dalam perjalanan tampak persimpangan menuju INTI, sebuah kolej yang mahasiswanya banyak berasal dari Indonesia. Ada juga beberapa apartemen kelas menengah di tepi jalan.
Genting akhirnya menyambut kami dengan gedung-gedung tingginya. Rasanya seperti memasuki kota metropolis di atas bukit. Tapi tanpa rumah penduduk. Trotoar disediakan di kiri-kanan sepanjang jalan yang berbukit.Bus mulai memasuki pusat hiburan: gerbang taman bermain dan pujasera di seberangnya.
Sesampainya di hotel, rancangan pusat hiburan bernama Genting ini cukup mencengangkan. Bukan dari sisi artistiknya yang malah terkesan agak norak. Melainkan dari perencanaan yang dibuat sedemikian matang sehingga pengunjung tinggal naik turun eskalator untuk menuju ke luar hotel. Kita bahkan mungkin tidak sadar kalau saat itu sedang berada di atas bukit yang telah dilapis beton. Seperti dalam sebuah gedung raksasa saja. Semua hotel punya akses ke mall, kasino, tempat pertunjukan, taman hiburan, dan ke hotel lain. Dan di luar ada taman hiburan ibarat seperempat Dufan dipindahkan ke Genting, terutama wahana roller coaster dan kolam renangnya.
Tak puas hanya ditaruh di luar, di dalam mall pun ada arena permainan yang lebih mini serupa dengan yang ada di BSM. Hanya saja lebih menyatu dengan mall, karena ketika kita jalan menuju toko sepatu pun ada jet coaster mini yang melintas di atas kepala. Mallnya sendiri tidak besar, bahkan tidak ada supermarket. Hanya ada minimarket yang menjual sebotol air minum 500 ml dengan harga RM 3! (dua kali lipat dari bandara). Ada bioskop juga, tapi tidak terlihat dari luar, karena ada tangga sempit menuju lantai atas. Aneh sih jadi nggak kelihatan film apa aja yang sedang diputar. Toko-toko yang ada mirip dengan mall di Indonesia. Bahkan tidak terlalu banyak. Food court-nya juga tidak jauh beda. Starbucks juga tidak alpa di sini. Harganya juga mirip. Tidak lebih murah daripada di mall dalam negeri, tapi kalau betah mencari bisa dapet juga. Seperti tante teman sekamar gw yang nemuin sendal manis seharga RM 25 setelah didiskon 30%. Gw sendiri memang sedang tidak berminat shopping, jadi lebih memilih mampir ke kasino. Belum lengkap ke Genting kalau belum mencoba masuk kasino =D
Berangkat bersama rombongan kecil yang hanya lima orang, dengan penuh rasa ingin tahu semua bersemangat naik turun eskalator menuju tempat di mana banyak orang mendapatkan sekaligus kehilangan lembaran ringgitnya. Terbayang tempat perjudian seperti di film-film. Kami melewati Game Master-nya Genting, yang jumlah mesin permainannya tiga kali lipat Game Master PVJ.Saat orang tua sibuk berjudi, maka anak-anak bebas bermain di "kasino" kecil ini.
Pintu masuk kasino yang entah cuma mirip atau beneran detektor hanya boleh dilewati satu per satu. Dua orang penjaga berwajah India (atau Nepal) mengawasi setiap pengunjung.Jika bertampang Melayu, siap-siaplah untuk dicegat. Setelah memastikan pengunjung bukanlah warga Melayu Malaysia yang beragama Muslim, baru akan dipersilakan masuk.Biasanya wisatawan Indonesia sering terkena prosedur ini. Tapi jangan khawatir, paspor hijau berlambang burung Garuda bisa jadi tiket masuk. Gw sendiri berhasil masuk dengan mulus (ya iyalah, secara tampangnya cina banget..) Paspor pun selalu kami dipegang erat-erat. Bukan hal yang menyenangkan kehilangan paspor di negeri orang.
Kami sudah memasuki kasino sekarang. Jangan bayangkan kasino seperti di filmnya James Bond. Tolong, jangan, karena Anda akan kecewa. Seperti saya.Kasino ini ramai sekali seperti pasar. Ruangannya yang menyerupai tenda sirkus dipenuhi meja-meja judi. Meski pria bersandal dilarang masuk, tapi tidak ada juga pria-pria perlente berjas rapi tapi bertampang mafia di sini. Tidak ada juga perempuan cantik bergaun malam yang membawa segelas wine. Sama sekali tidak berkelas...
Tempat ini lebih mirip arena hiburan keluarga. Banyak mesin-mesin jackpot dan permainan yang tidak jauh beda dengan yang ada di Time Zone. Tapi jangan juga bayangkan ada anak-anak atau abg di sini. Anak di bawah umur tetap dilarang keras mengunjungi kasino. Yang banyak bermain di belakang mesin-mesin jackpot itu adalah ibu-ibu berusia 40 atau 50-an. Gw sempet lihat permainan dengan animasi lucu ala Disney. Mungkin nama permainannya "pohon judi". Di pohonnya terdapat banyak buah. Setelah buahnya dipencet, kalau beruntung maka langsung keluar jumlah angka yang didapat. Kalau sedang apes, yang keluar burung hantu yang dengan rakusnya langsung melahap angka-angka yang sudah keluar...Terlihat lucu tapi mengerikan.
Mengherankan sekaligus menggelikan melihat nenek-nenek yang mungkin sudah berkepala tujuh duduk sembari memegang koin-koin taruhan. Sementara anak dan cucunya duduk di kursi sebelah atau berdiri di belakang kalau tempat duduk sudah penuh. Karena tidak akrab dengan permainan kartu, jadi gw ga hafal nama-nama permainan dan tidak tahu peraturannya sehingga kunjungan ke kasino ini lebih mirip tur keliling kasino.Selain kasino sirkus ini, ada beberapa kasino lain yang interiornya jauh lebih menyejukkan mata. Bahkan ada satu ruangan yang jauh lebih tenang, karena permainannya terpusat pada bandar di tengah-tengah ruangan.Ada tiga macam permainan di ruangan ini. Masing-masingnya memiliki kapling sendiri dengan belasan hingga puluhan monitor touch screen. Berjudi jadi lebih gampang. Tinggal duduk di depan monitor dan memantau LCD yang tergantung di langit-langit.
Permainan yang ada di sini semua berpusat pada bandar. Penampilan bandarnya baru seperti di film-film: kemeja putih lengan panjang dengan rompi dan celana hitam. Semuanya masih muda, berumur 20-an. Di dalam kasino ini, baik pengunjung maupun bandar hampir semuanya bermata sipit. Hanya beberapa pengunjung dan supervisor saja yang bertampang India. Tidak heran kalau ada yang menyangka bahwa judi itu wajib hukumnya bagi orang Cina..
Namun yang agak aneh, di ruangan kasino tidak terlihat ada perjudian antar pemain. Mungkin perjudian kelas atas macam itu punya tempat sendiri yang tidak bisa diakses pengunjung biasa. Seperti cerita Pak Sopir, Muslim Melayu Malaysia memang tidak boleh masuk ke kasino. Tapi kalau datang dengan mobil. Kalau datangnya dengan helikopter, lain lagi ceritanya.
Satu hal yang tidak boleh lupa diletakkan di kasino: ATM. Saat dewi fortuna sedang ngambek, tentunya para pengunjung harus sedikit menguras isi tabungannya. Sebelum uangnya diterima, sang bandar dengan sigapnya menyusun uang-uang tersebut di atas meja judi dan menyiraminya dengan sinar UV. Ternyata kotak penyimpan uangnya menyatu dengan meja, karena yang terlihat hanya lubang tipis selebar uang kertas. Mirip dengan lubang di kotak sumbangan yang sering kita lihat. Tapi tentu saja kasir di sini tidak dirancang untuk menerima recehan.
Cukup satu jam untuk menikmati isi kasino. Terlalu lama di dalam sini bisa bikin pusing atau malah tergoda. Dalam perjalanan kembali ke hotel, gw yang belum bisa melepaskan bayangan interior norak kasino sirkus tadi melewati sebuah kafe dan langsung sadar saat mendengar lagu yang dinyanyikan "madu di tangan kananmu, racun di tangan kirimu.."
Hah? Kita iseng nengok ke dalam, ternyata masih acara yang sama dengan saat kita pergi tadi. Ada om-om yang merayakan ulang tahunnya. Kemungkinan besar si om itu dari Indonesia.
Semakin malam suhu semakin rendah. Mengingatkan pada Lembang. Tapi karena dari tadi berada di dalam ruangan, jadi tidak terasa terpaan angin malam yang dingin.Sebenarnya Genting ini agak aneh. Berada di atas bukit tentu berarti punya potensi untuk wisata alam, tapi tampaknya mereka lebih menikmati wisata artifisial di sini. Pada hari itu, ada pertunjukan singa dan macan (barangkali semacam sirkus) dan lomba Barongsai se-dunia. Tidak tanggung-tanggung, MTV 2008 Asia Award pun akan diadakan di sini, di Genting Kota Keriangan (seperti kata tagline-nya). Saking besarnya mereka membangun Genting ini, semua tempat terpisah-pisah dan gw sama sekali tidak melihat di mana tempat-tempat pertunjukan itu.
Karena hanya semalam di sini dan pagi-pagi sudah berangkat lagi, gw nggak sempet keliling-keliling menikmati alamnya. Tapi kalau dilihat selama perjalanan pemandangannya memang biasa, jauh lebih mengesankan alam sepanjang perjalanan Pekanbaru-Bukittinggi. Di Genting ini tidak terlihat kebun stroberi atau kebun bunga sepanjang jalan. Mungkin orang Malaysia tidak hobi bercocok tanam.
P.S. Maap lagi ya kalo foto-fotonya banyak yang tidak memuaskan, karena foto sepanjang jalan diambil dari dalam bus dan banyak yang menggunakan zoom maksimal.